Banyak mendengar dan rendah hati sejatinya saling bertautan. Sifat banyak mendengar yang dipunyai oleh seseorang, niscaya akan berdampak atau berpotensi menjadikan orang tersebut bersifat rendah hati. Sebaliknya, orang yang bersikap rendah hati (humble) akan lebih banyak mendengar. Mengapa demikian ? Salah satu ciri kerendahan hati adalah mau mendengar pendapat, saran dan menerima kritik dari orang lain. Sering dikatakan bahwa Tuhan memberi kita dua buah telinga dan satu mulut, yang dimaksudkan agar kita lebih banyak mendengar daripada berbicara. Kadang-kadang hanya dengan mendengarkan saja, kita dapat menguatkan orang lain yang sedang dilanda kesedihan atau kesulitan. Harus diakui, kegiatan mendengar bukanlah suatu pilihan yang kita ambil dengan perasaan suka cita. Hampir bisa dipastikan, kebanyakan orang lebih suka berbicara bukan ?
Cobalah bercermin ke diri kita sendiri. Kita senang mengungkapkan gagasan-gagasan kita. Kita juga merasa lebih enak memperkenalkan posisi, menonjolkan pendapat dan perasaan kita. Sebenarnya, kebanyakan orang tidak ingin mendengar seperti halnya keinginan mereka berbicara dan didengarkan. Karena itulah kita lebih memusatkan perhatian pada kata-kata yang akan kita ucapkan daripada memberi perhatian penuh pada apa yang diutarakan orang lain. Selain itu, kita sering menyaring kata-kata orang lain berdasarkan pendapat dan kebutuhan kita sendiri. Jika kita melihat sisi negatif, mendengarkan orang yang sedang berbicara terkadang tanpa kita sadari terasa membebani kita. Namun jika kita selalu melihat sisi positif, dengan mau mendengarkan orang lain, kita dapat memecahkan sebagian besar
masalah yang sedang dihadapi oleh orang tersebut. Mendengar juga berarti mau membuka diri dan menerima. Suatu sifat yang menggambarkan kerelaan untuk menerima kelebihan dan kekurangan orang lain maupun diri kita sendiri.
Sikap rendah hati, mengharuskan kita membuang ego jauh-jauh. Dan hal ini, kadang bagi sebagian orang sangat sulit dilakukaan ! Di antara sekian banyak ego antara lain adalah ego ingin menonjol, ingin dominan, ego ingin lebih dikenal ataupun ego ingin selalu didengar dan diperhatikan orang lain. Ego-ego ini akan sulit dihilangkan jika kita tidak mempunyai keinginan untuk berubah dari yang bersikap sombong mau menang sendiri berubah menjadi bersikap rendah hati. Jika kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, sifat orang yang tidak rendah hati, diantaranya adalah pertama, tidak bisa menerima kritikan walaupun itu sesuatu yang konstruktif.
Ketika menerima kritikan, hal pertama yang dilakukan adalah menolak dan mencari alasan pembenaran untuk menutupi kelemahannya. Jika kita melihat dari sisi positif kritikan sebenarnya adalah ungkapan tulus orang lain yang mau menunjukkan kekurangan yang ada pada diri kita. Justru seharusnyalah kita berterimakasih jika ada teman atau sahabat yang bersedia mengkritik. Namun harus diakui kebanyakan dari kita lebih suka minta dipuji daripada dikritik. Kemudian yang kedua, tidak mau menerima kelebihan yang dimiliki orang lain. Idealnya, segala sesuatu yang menunjukkan kelebihan positip yang dimiliki orang lain hendaknya dikagumi. Sejatinya, mengagumi kelebihan orang lain, akan menjadikan kita terobsesi untuk meneladani orang tersebut. Belajar dari kelebihan orang lain akan membantu kita untuk mengoreksi sikap-sikap kita yang selama ini tanpa kita sadariu banyak kekurangannya.
Mungkin Anda pernah mendengar peribahasa Jawa yang berbunyi "ngluruk tanpa bala (menyerang tanpa pasukan), menang tanpa ngasorake (menang tanpa harus menindas), lan sugih tanpa bondo (kaya tanpa harta)". Sejatinya makna filosofis yang terkandung dari ajaran itu sangat dalam! Penjelasan dari peribahasa itu adalah; dalam memenangkan suatu persaingan, kita tidak perlu menunjukkan kehebatan maupun memamerkan apa yang kita miliki. Bahkan, ketika kita menang sekali pun, tidak perlu kita pamer atau menunjukkan kesombongan atau mempermalukan pesaing atau kawan kita.. Dari beberapa penjelasan di muka, kiranya dapat disimpulkan, bahwa hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap rendah hati !
Ia seperti padi yang semakin berisi semakin menunduk. Orang yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Ia bisa membuat orang yang di atasnya merasa nyaman dan membuat orang yang di bawahnya tidak merasa minderJim Collins, pakar management kondang, dalam bukunya yang sangat bagus, Good to Great, mengajarkan kepada kita, bagaimana sikap rendah hati itu harus dimiliki oleh para pemimpin masa kini. Ada beberapa hal yang menarik dari hasil penelitian Collins dan dua puluh orang asistennya selama lima tahun dengan metodologi ilmiah yang sangat solid, yang menjadi bahan dasar buku tersebut. Dari awal, Collins sudah berkali-kali berpesan kepada tim risetnya untuk tidak memedulikan faktor pemimpin dalam mencari kunci sukses perusahaan. Ia sadar bahwa kepemimpinan memang cenderung "bersifat romantis" yaitu kalau perusahaan sukses, itu pasti karena pemimpinnya, demikian juga kalau gagal jangan selalu menyalahkan anak buah.
Menurut Collins, pemimpin yang disebut sebagai "Level 5 Leaders" adalah para pemimpin yang rendah hati, tidak pernah menyombongkan diri, bahkan cenderung pemalu. Mereka menunaikan tugas dengan diam-diam tanpa berupaya mencari perhatian dan pujian publik. Apabila mereka berhasil, mereka selalu berusaha untuk memberi kredit kepada orang lain atau hal lain di luar diri mereka. Apabila ada kegagalan, mereka bertanggung jawab secara pribadi dan tidak mencari kambing hitam. Ambisi mereka adalah untuk kelanggengan perusahaan, bukan penggemukan dan kepentingan diri.
Patih Gadjahmada, Ahmadinejad, Soekarno, SBY, Ciputra adalah contoh-contoh pemimpin yang memenuhi sebagai "Level 5 Leaders". Apakah Anda setuju?Salam perjuangan!
Kundiyarto M. Prodjotaruno - Bekerja di kantor konsultan manajemen, keuangan dan bisnis;- Penulis di bidang management dan motivasi- Penulis bisa dihubungi di kundiyarto@gmail.com
1 komentar:
gawe artikel dik jo kur kopi paste
Posting Komentar