9.05.2008

Belajar Dari Anak-anak

Oleh : Final Prajnanta

Minggu lalu saya menyempatkan diri menemani anak saya Bunga yang masih duduk di TK dalam festival marching band memperebutkan Piala Presiden. Lomba yang diikuti anak-anak TK se Indonesia ini sangat menarik minat saya. Banyak hal yang saya pelajari dari mengikuti perlombaan ini. Hal yang mengagumkan adalah melihat anak-anak TK ini bermain marching band dengan sangat apik dan penuh disiplin. Kalau dilihat dari keseriusan masing-masing peserta, boleh dikata kemampuannya berimbang. Yang membedakan adalah sang juara menampilkan keunikan yaitu harmonisasi antar alat yang dibawakan dan harmonisasi antar gerakan dan kepiawaian bermain musik secara masal. Hal yang sangat tidak mudah meskipun dilakukan oleh orang dewasa seperti kita.

Sejujurnya saya sempat nervous pada saat sehari sebelumnya menyaksikan gladi resik penampilan TK Al-Azhar BSD tempat anak saya Bunga bersekolah. Terlihat pada saat gladi resik, anak-anak TK ini masih belum siap sehingga dimarah-marahi oleh pengajarnya. Namun di luar dugaan pada saat perlombaan sesungguhnya mereka bisa tampil luar biasa dan penuh disiplin. Bahkan Bunga dkk bisa merebut piala Presiden sebagai juara umum melengkapi gelar ke-4 juara umum lainnya dalam setahun ini! Apa yang bisa kita pelajari dari kesuksesan anak-anak TK ini?

Masa anak-anak selalu menarik dicermati. Bunga, anak yang baru 6 tahun ini sangat disiplin. Setiap ada latihan marching band pagi hari dia selalu bangun pagi saat subuh. Jika latihannya jam 7 pagi dia siap berangkat pada jam 6 pagi. Bersama anak-anak seusianya dia selalu berlomba-lomba untuk hadir paling pagi di sekolah. Mereka akan selalu belajar dan bekerja keras sampai apa yang diinginkan pelatih marching bandnya tercapai. Berdisiplin, kepanasan di bawah terik matahari pun tidak dihiraukan. Ketika saya tanyakan ke Bunga apa keinginannya kok mau-maunya berpanas-panasan latihan, dengan simpel dia menjawab kalau keinginannya adalah mendapatkan piala besar di setiap kejuaraan tanpa pernah terpikirkan mungkin kans untuk menang sangat tipis. Bagaimana dengan kita orang dewasa? Sejujurnya kita susah berdisiplin dalam segala hal. Sangat jarang di antara kita yang rajin berolah raga walau kita semua tahu olah raga itu sangat diperlukan untuk kesehatan kita. Sangat jarang di antara kita yang datang ”on time” jika ada janji. Terkadang juga kita bekerja atau berkarya dengan target yang tidak jelas atau bahkan tidak mempunyai target sama sekali. Terkadang kita terlalu mengecilkan diri kita sendiri, terlalu takut sebelum ”berperang”. Hanya terkesan membatalkan kewajiban. Aneh bukan? Belajar dari anak kecil, untuk sukses kita harus disiplin dan mempunyai target yang jelas untuk dicapai!

Kalau kita perhatikan bayi belajar jalan, mungkin kalau dihitung akan lebih dari 200 kali bayi itu jatuh namun dia bangkit lagi. Hingga dia bisa berjalan! Sementara kita orang dewasa, jika mengalami kegagalan bertubi-tubi tentu akan menganggap hal itu sudah menjadi ”nasib jelek” dan sangat susah diubah. Mungkin Abraham Lincoln adalah contoh terbaik sebagai manusia yang penuh kegagagalan, namun beliau bangkit dan bangkit terus yang akhirnya mengantarkannya menjadi Presiden Amerika Serikat. Kegagalan bukanlah kiamat. Kegagalan adalah proses yang harus kita lalui sebelum menemukan jalan sukses. Kegagalan membantu kita mengevaluasi diri atas kesalahan-kesalahan yang mungkin ada. Jika kita amati buah durian, maka di antara duri-duri yang tidak teratur akan terdapat beberapa ”jalan” yang terbentuk dari duri-duri yang teratur susunannya. ”Jalan” inilah yang diciptakanNya sebagai pembuka kenikmatan buah durian itu. Sama halnya kehidupan, jalan menuju kesuksesan sebenarnya terhampar di depan mata kita, hanya terkadang tersamarkan dengan jalan-jalan menuju kegagalan. Tugas kitalah untuk menemukan jalan kesuksesan tersebut.

Anak-anak akan selalu polos dan jujur. Jika suatu ketika kita sedang capek, sementara ada telepon yang terus berdering mungkin kita akan menyuruh anak kita mengangkat telepon untuk mengatakan bahwa orang tuanya tidak ada. Tetapi namanya juga anak-anak akan selalu bilang ”Ayah ada, namun lagi capek jadi saya disuruh bilang kalau ayah tidak ada.” Mungkin anda pernah mengalaminya bukan? Jujurlah kepada diri sendiri sebelum kita menerapkan jujur kepada orang lain dan jangan sekali-kali mengajari anak berbohong.

Anak-anak dengan kepolosannya akan selalu bilang ”tidak” jika memang sesuatu itu tidak berkenan baginya. Bagaimana dengan kita yang sudah merasa dewasa ini? Terkadang kita sangat sulit mengatakan ”tidak”, hanya karena rasa tidak enak terhadap atasan atau teman dekat padahal hati kita berontak. Mayoritas kita orang dewasa akan selalu berbuat manis, apalagi kalau disuruh atasannya. Jadi kita harus berani bilang ”tidak” kalau nurani kita mengatakan demikian.

Mungkin kalau kita perhatikan, anak-anak jarang terlihat stress. Mereka akan berteriak kencang-kencang kalau lagi bermain. Mereka akan bertepuk tangan gegap gempita kalau lagi gembira. Mereka akan tertawa ngakak kalau ada sesuatu yang lucu. Sementara kita orang dewasa akan larut dalam masalah pekerjaan dan masalah rumahtangga sehari-hari tanpa berusaha menyelesaikannya satu persatu. Akibatnya bisa ditebak kita menjadi stress berkepanjangan. Lepaskan stress anda dengan berteriak kencang saat anda sendiri di tengah lapangan terbuka. Bertepuk tanganlah secara ikhlas untuk mengapresiasi seseorang. Tertawalah secara spontan pada tempat dan waktu yang tepat. Belajarlah bernyanyi. Hal ini benar-benar membantu kita melepas stress.

Hari itu saya sangat bahagia bisa belajar dari kedisplinan, kejujuran, semangat pantang menyerah anak-anak yang bisa saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Belajar memang tidak mengenal waktu, tempat, usia dan sumber. Kepada setiap orang kita belajar, termasuk saya pribadi banyak belajar ke para kolumnis dan anda pembaca setia kolom www.andriewongso.com ini.

Tidak ada komentar: